Gua Sunyaragi, Cirebon
Tamansari Gua Sunyaragi terdapat sekitar 3.000 peninggalan arkeologi di Indonesia, berupa bangunan, situs dan permukiman. Peninggalan ini termasuk benda tak bergerak. Dengan jumlah sebanyak itu kebudayaan, Indonesia boleh dibilang sejajar dengan dengan kebudayaan Mesir, Cina dan India.
Peninggalan arkeologi yang terawat dan tergarap sebagai objek wisata budaya dengan baik jumlahnya masih sedikit, selebihnya megap-megap untuk sanggup bertahan tak lapuk dimakan waktu. Salah satunya yaitu Tamansari Gua Sunyaragi. Objek budaya ini berada di sisi jalan by pass Brigjen Dharsono, Cirebon.
Konstruksi dan komposisi bangunan situs ini merupakan sebuah taman air. Dari sisa peninggalan yang ada, terlihat kecanggihan dan keunikan hasil budaya insan pada zamannya. Dan seharusnya, itu masih sanggup terlihat hingga kini kalau tak ada gangguan dan perawatan secara berkala.
Situs yang luasnya sekitar 1,5 hektare begitu memiriskan dada. Saat ini, objek wisata budaya ini tak lagi bergigi. Berantakan dan rasanya tak pantas untuk ditawarkan kepada wisatawan. keluarga. Taman Sunyaragi berasal dari kata ”sunya” yang berarti sepi dan ”ragi” yang berarti raga atau jasad. Taman ini berada di dalam kekuasaan Keraton Kasepuhan. Walaupun berubah -ubah fungsinya berdasarkan kehendak penguasa pada zamannya, secara garis besar Taman Sunyaragi yaitu taman daerah para pembesar keraton dan prajurit keraton bertapa untuk meningkatkan ilmu kanuragan.
Taman Sunyaragi terdiri dari 12 kepingan :
(1) bangsal jinem, daerah sultan memberi wejangan sekaligus melihat prajurit berlatih;
(2) goa pengawal, daerah berkumpul para pengawal sultan;
(3) kompleks Mande Kemasan (sebagain hancur);
(4) gua Pandekemasang, daerah menciptakan senjata tajam;
(5) gua Simanyang, daerah pos penjagaan;
(6) gua Langse, daerah bersantai;
(7) gua peteng, daerah nyepi untuk kekebalan tubuh;
(8) gua Arga Jumud, daerah orang penting keraton;
(9) gua Padang Ati, daerah bersemedi;
(10) gua Kelanggengan, daerah bersemedi biar langgeng jabatan;
(11) gua Lawa, daerah khusus kelelawar;
(12) gua pawon, dapur penyimpanan makanan.
Mengamati Sunyaragi kita sanggup melihat rangkaian sejarah sesuai dengan masanya. Dari data penelitian, konstruksinya menunjukkan keunikan, setiap kurun waktu selalu ada perubahan bentuk berdasarkan selera serta kebutuhan sultan yang memerintah. Ini juga menyangkut dengan fungsi dari daerah ini. Lama-kelamaan, Tamansari Gua Sunyaragi berfungsi ganda. Bukan hanya dipakai sebagai pesangrahan saja, tapi juga untuk kegiatan politik perlawanan.
Simbol perlawanan itu sanggup terlihat pada masa pemerintahan Sultan Matangaji Tajul Arifin, daerah ini dijadikan sebagai daerah pembuatan senjata dan sentra latihan olah keprajuritan kerajaan. Itu sebabnya, pada masa pemerintahan Sultan Adiwijaya pada tahun 1852, Tamansari Gua Sunyaragi mengalami renovasi, sesudah sebelumnya dihancurkan oleh Belanda.
Untuk perbaikan itu, Sultan menugaskan arsitek Cina. Konon, arsitek itu disekap dan dibunuh biar diam-diam Gua Sunyaragi tak bocor ke tangan Belanda. Chay Khong dan Sam Pho Tia Jin juga sering dihubung-hubungkan dengan legenda Sunyaragi. Apalagi, kompleks ini juga menyimpan bukti ada situs yang diberi patok “Kuburan Cina”. Di dekatnya terdapat pohon beringin yang umurnya sudah ratusan tahun. Saking tuanya, beberapa batangnya perlu disangga dengan tiang beton dan besi.
Upaya Pemugaran Pemugaran Tamansari Gua Sunyaragi pernah dilakukan oleh pemerintah kolonial Belanda pada 1937-1938. Pelaksanaannya diserahkan kepada seorang petugas Dinas Kebudayaan Semarang. Namanya, Krisjman. Ia hanya memperkuat konstruksi aslinya dengan menambah tiang-tiang atau pilar bata penguat, terutama pada kepingan atap lengkung. Namun terkadang ia juga menghilangkan bentuk aslinya, apabila dianggap membahayakan bangunan keseluruhan. Seperti terlihat di Gua Pengawal dan sayap kanan-kiri antara gedung Jinem dan Mande Beling.
Pemugaran terakhir dilakukan Direktorat Perlindungan dan Pembinaan Sejarah dan Purbakala, Direktorat Jenderal Kebudayaan, yang memugar Tamansari secara keseluruhan dari tahun 1976 hingga 1984. Sejak itu tak ada lagi acara pemeliharan yang serius pada kompleks ini. Bila ditilik, kompleks taman air dilahirkan lewat proses yang teramat panjang. Tempat ini beberapa kali mengalami perombakan dan perbaikan. Menurut buku Purwaka Carabuna Nagari karya Pangeran Arya Carbon, Tamansari Gua Sunyaragi dibangun pada tahun 1703 M oleh Pangeran Kararangen. Pangeran Kararangen yaitu nama lain dari Pangeran Arya Carbon.
Namun berdasarkan Caruban Kandha dan beberapa catatan dari Keraton Kasepuhan, Tamansari dibangun lantaran Pesanggrahan ”Giri Nur Sapta Rengga” berubah fungsi menjadi daerah pemakaman raja-raja Cirebon, yang kini dikenal sebagai Astana Gunung Jati. Terutama dihubungkan dengan ekspansi Keraton Pakungwati (Cirebon) yang terjadi pada tahun 1529 M, dengan pembangunan tembok keliling keraton, Siti Inggil dan lain-lain. Sebagai data perbandingan, Siti Inggil dibangun dengan ditandai candra sengkala ”Benteng Tinataan Bata” yang menunjuk angka tahun 1529 M.
Di Tamansari Gua Sunyaragi ada sebuah taman Candrasengkala yang disebut ”Taman Bujengin Obahing Bumi” yang menunjuk angka tahun 1529. Di kedua daerah itu juga terdapat persamaan, yakni terdapat gapura ”Candi Bentar” yang sama besar bentuk dan penggarapannya. Dijelaskan, Pangeran Kararangen hanya membangun kompleks Gua Arga Jumut dan Mande Kemasan saja.
Fasilitas yang ada :
Tempat Parkir
Aksesibilitas :
Terletak di Kelurahan Pekalipan, Kecamatan Pekalipan, 500m dari Keraton Kasepuhan.
sumber: http://www.disparbud.jabarprov.go.id
sumber: http://www.disparbud.jabarprov.go.id
0 Response to "Gua Sunyaragi, Cirebon"
Post a Comment