The Hidden Paradise Lampung Barat
Kabupaten Lampung Barat mempunyai kondisi alam yang bermacam-macam mulai dari alam pegunungan, danau, dan pantai. Semua potensi itu sanggup dikembangkan untuk menunjang Kepariwisataan Lampung Barat. Tanggal 8-11 Juli kemudian saya dan teman-teman Pecinta Fotografi Lampung atas seruan Dinas Pariwasata Kabupaten Lampung Barat mengadakan perjalanan ke Lampung Barat untuk menyaksikan “Semarak Wisata Tanjung Setia III” dan “Festival Teluk Stabas XIII”. Pesona Lampung Barat memukau mata kami, mulai dari indahnya kondisi alam, adat dan nilai budaya yang masih orisinil berjalan beriringan dengan peradaban modern (ini yang saya suka dari penduduknya, selain ramah mereka tetap menjunjung tinggi adat istiadat di tengah modernisasi peradaban). Semarak Wisata Tanjung Setia merupakan program yang diadakan pemerintah setempat untuk memperkenalkan wisata di Tanjung Setia terutama mempromosikan daerah tersebut sebagai lokasi surfing . Pada Festival Teluk Stabas diadakan banyak sekali lomba ialah :
- Lomba Bedikikh
- Lomba Butetah
- Lomba Hahiwang
- Lomba Gambus Tunggal
- Lomba Ngehahaddo/Mahafan
- Lomba Lagu Pop Lampung
- Lomba Tari Kreasi Lampung
- Lomba Volly Pantai
- Lomba Layang-layang
- Lomba Foto Pariwisata dan Budaya
Setibanya kami di Lampung Barat kami awali dengan mengunjungi Pantai Tanjung Setia (untuk hunting foto tentunya :p). Tak kalah dengan Bali, pantai yang berada di Kecamatan Pesisir Selatan berjarak 52 Km dari Ibu Kota Liwa atau sekitar 293 Km dari Bandar Lampung ini menjadi lokasi surfing bagi wisatawan mancanegara (wisman) dari Australia, Amerika dan negara Eropa lainnya, selain itu pantai di Kawasan Tanjung Setia juga dikenal sebagai tempat berwisata memancing yang kaya ikan bahari mulai tuna hingga blue marlin. Juga, sebagai tempat berkemah, apalagi ada cottage yang representatif bahkan alami karena bangunannya menyatu dengan alam. Rata-rata wisatawan abnormal yang menentukan surfing sini beralasan di Bali sudah terlalu ramai/padat, dan masyarakat di Lampung Barat masih natural (penduduk asli).
Keesokan paginya 10 Juli 2010 usai adzan subuh kami (rombongan pecinta fotografi) menuju daerah Pasar Ulu Krui untuk berburu foto acara penduduk/nelayan di daerah pesisir. Pasar Ulu Krui mempunyai abjad pantai dengan pasir hitam, berbeda dengan Tanjung setia dengan pasirnya yang putih. Landscape dan Human Interest sangat menarik di daerah ini (tidak sia-sia saya pergi jauh dari kota untuk berburu foto :P) apalagi bagi para pecinta fotografi menyerupai kami.
Waktu mengatakan pukul 08.30 saatnya kami kembali ke homestay masing-masing untuk mandi dan sarapan (maklum alasannya bangkit pagi sekali kami belum sempat mandi & sarapan alasannya takut ketinggalan sunrise :-D). Lalu kami lanjutkan kembali menuju pantai Tanjung Setia untuk melihat Opening Ceremony Semarak Wisata Tanjung Setia III 2010 (saya hampir telat di program ini alasannya menunggu sobat yang antri untuk mandi). Acaranya begitu meriah tari Sekura yang disuguhkan begitu meriah dan penuh warna. Rangkaian program dilanjutkan dengan Pelepasan Tukik ke bahari (Tukik = anak penyu) sebagai acara simbolis untuk pelestarian penyu. Kebetulan bertemu dengan penjual Kopi Luwak yang berasal dari Liwa saya dan beberapa sobat sanggup bonus dari penjual untuk merasakan kopi Luwak orisinil Liwa (tapi sehabis saya membeli seperempat kilogram kopi tersebut dengan harga Rp.150.000,- tentunya). jauh lebih murah ketimbang jikalau sudah dijual di Starbucks :p.
Mumpung kami masih berada di Lampung Barat, kamipun menjelajah hingga ke Pesisir Utara. Sampailah kami di daerah yang berjulukan Tebakak. Pantai di Tebakak mempunyai abjad berbatu karang yang besar dan tajam (tidak menyerupai Belitong yang bundar dan sangat besar). Tentunya kami tidak melewatkan kesempatan untuk hunting foto (lagi) :p. Setelah hari hampir gelap kami kembali menuju Cottage Karang Nyimbor di Pantai Tanjung Setia untuk makan malam dan menghadiri Beach Party (tapi saya menentukan kembali ke homestay untuk istirahat tidak ikut Beach Party, maklum tidak biasa begadang :D)
Keesokan harinya, Minggu 11 Juli 2010 kami berangkat menuju penginapan berikutnya (Wisma Sindalapai) di Liwa yang merupakan Ibukota Lampung Barat sekitar 2 (dua) jam dari Tanjung Setia. Tak usang mampir di wisma untuk istirahat sebentar dan meletakkan tas pakaian, kami menuju Seminung Lumbok Resort di Danau Ranau. Mulanya tidak ada renacana ke Danau Ranau tapi alasannya salah satu sobat kami belum pernah kesana maka kami putuskan untuk menuju Danau Ranau dengan menempuh sekitar 1 jam lebih perjalanan. Salah satu yang menciptakan saya kangen untuk tiba kembali ke Danau Ranau ialah udara sejuknya dan pemandangan ketika perjalanan menuju danau diantara Pegunungan dan puncak Seminung yang menjulang tinggi dengan indah dan megah.
Hari hampir gelap, kami bergegas kembali ke Liwa alasannya takut ketinggalan program Grand Closing Festival Teluk Stabas XIII di halaman depan Islamic Centre Liwa. Acaranya begitu meriah dengan suguhan tari kreasi Payah Duakha. Tari ini diangkat dari dongeng positif yang terjadi di Kerajaan Adat Paksi Pak Sekala Brak Kepaksian Pernong Lampung pada zaman generasi ke-20, sekitar tahun 1899. Kemudian dimeriahkan juga oleh Inka Mamamia (Juara Mamamia 2010) yang kebetulan berasal dari Lampung.
Senin 12 Juli 2010 matahari belum terbit, saatnya kami harus kembali ke kota Bandar Lampung. Satu-satunya alasan kami berangkat di pagi buta ialah berburu foto di lembah Pekon Batubrak (desa yang akan kami lewati di jalur perjalanan pulang). Kalau ingin sanggup foto elok di lembah ini ya harus bangkit pagi sekali jangan hingga didahului matahari :). Ini kedatangan saya yang ketiga kalinya di Batubrak.
Tetap saja saya jauh dari kata bosan dengan pemandangan ngarai dan sawahnya yang begitu indah (benar-benar The Hidden Paradise) diselimuti kabut tipis yang berpadu dengan semburat cahaya matahari pagi, saya sanggup benar-benar lupa jikalau harus pulang di hari itu untuk kembali bekerja di kota Bandar Lampung :p.
penulis: Nilam Sari Saputri
sumber: http://wisata.kompasiana.com/group/jalan-jalan/2010/08/03/the-hidden-paradise-lampung-barat/
0 Response to "The Hidden Paradise Lampung Barat"
Post a Comment